resume 3:
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
SELAYANG PANDANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi
adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental. Psikologi pendidikan
adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami
pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan.
LATAR BELAKANG PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Bidang
psikologi pendidikan didirikan oleh beberapa perintis bidang psikologi sebelum
awal abad ke-20. Ada 3 perintis terkemuka yang ada dalam sejarah awal psikologi
pendidikan, yaitu :
WILLIAM JAMES
Tak lama setelah meluncurkan buku ajar psikologinya yang
pertama, dengan judul Principles of Psychologi (1890), William James ini
memberikan serangkaian kuliah yang bertajuk “ Talks to Teachers”. Dalam
kuliah ini dia mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak-anak. James
mengatakan bahwa eksperimen psikologi di laboratorium sering kali tidak bisa
menjelaskan kepada kita bagaimana cara mengajar anak secara efektif. Dia juga
menegaskan pentingnya mempelajari proses belajar dan mengajar di kelas guna
meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasi Willem James adalah mulai
mengajar pada titik yang sedikit lebih tinggi di atas tingkat pengetahuan dan
pemahaman anak dengan tujuan untuk memperluas cakrawala pemikiran dan
pengetahuan anak.
JOHN DEWEY
Tokoh kedua berperan besar dalam membentuk psikologi
pendidikan adalah JOHN DEWEY. Dia menjadi motor penggerak untuk
mengaplikasikan psikologi di tingkat praktis. Dewey membangun laboratorium
psikologi pertama di AS, di Universitas Chicago, pada tahun 1894. Kemudian di
Coulombia University, dia melanjutkan karya inovatifnya tersebut. Ide penting
yang bisa kita ambil dari Dewey adalah:
a)
Kita mendapatkan
pandangan tentang anak sebagai pembelajar yang aktif (active learner). Sebelum
dewey mengemukakan pandangan ini, ada keyakinan bahwa anak-anak mestinya dududk
diam di kursi mereka dan mendengarkan pelajaran secara pasif dan sopan. Dewey
juga percaya bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif.
b)
Kita mendapatkan
ide bahwa pendidikan seharusnya di fokuskan pada anak secara keseluruhan dan
memperkuat kemamouan anak untuk baradaptasi dengan lingkungannya. Dewwey
percaya bahwa anak-anak seharusnya tidak hanya mendapatkan pelajaran akademik
saja, tetapi juga harus diajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan
dunia di luar sekolah. Dia berpendapat secara khusus bahwa anak-anak harus
belajar agar mampu memecahkan masalah secara reflektif.
c)
Kita mendapatkan
gagasan bahwa semua anak berhak mendaptkan pendidikan yang selayaknya.
Cita-cita demokratis ini pada pertenagahan abad ke-19 belum muncul, seab saat
itu pendidikan hanya diberikan pada sebagian kecil anak, terutama anak keluarga
kaya.
John Dewey adalah seorang psikolog yang sangat berpengaruh
kepada seorang pendidik yang mendukung pendidikan yang layak bagi semua anak,
lelaki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial, ekonoimi dan etnis.
E.L THORNDIKE
Perintis ketiga adalah E.L THORNDIKE, yang memberi banyak
perhatian pada penilaian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar
secara ilmiah. Thorndike berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di
sekolah yanag paling penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak.
Thirndike ini sangat ahli dalam melakukan studi belajar dan mengajar secara
ilmiah. Thorndike mengajukan gagasan bahwa psikologi pendidikan harus punya
basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran.
DIVERSITAS DAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN AWAL
Tokoh
yang paling menonjol dalam sejarah awal psikologi pendidikan kebanyakan adalah
pria bekulit putih, seperti James, Dewey, dan Thorndike. Dua tokoh
Amerika keturunan Afrika yang menonjol di bidang psikologi adalah Mamie dan
Kenneth Clark, yang melakukan riset tentang identitas dan konsep diri anak-anak
Afrika-Amerika. Pada tahn 1971, Kenneth Clark menjadi orang Afrika Amerika
pertama yang menjadi presiden American Psychological
Association. Pada tahun 1932, seorang psikologi dari negara latin, George
Sanchez melakukan riset yang menunjukkan bahwa tes kecerdasan secara kultural
telah dibiaskan dan merugikan anak-anak etnis minoritas. Salah satu orang yang
sering diabaikan dalam psikologi pendidikan adalah Leta Hollingworth, dia
adalah orang pertama yang menggunakan istilah gifted untuk mendeskripsikan
anak-anak yang mendapat skor istimewa dalam tes kecerdasan.
PERKEMBANGAN LEBIH LANJUT
Pendekatan
Thorndike untuk studi pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi psikologi
pendidikan di paruh yang pertama abad ke-20. Dalam ilmu psikologi Amerika,
pandangan B.F Skinner (1938) yang didasarkan pada ide-ide Thorndike, sangat
memengaruhi psikologi pendidikan pada pertengahan abad ke-20.
Skinner
berpendapat bahwa proses mental yang dikemukakan oleh psiklog seperti James dan
Dewey adalah proses yang tidak dapat diamati dan karenanya tidak bisa menjadi
subjek studi psikologi ilmiah yang menurutnya adalah ilmu tentang perilaku yang
dapat diamati dan ilmu tentang kondisi-kondisi yang mengendalikan perilaku.
Pada tahun 1950-an, Skinner mengembangkan konsep programmed learning
(pembelajaran terprogram), yakni setelah murid melalui serangkaian langkah ia
terus didorong (reinforced) untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
Akan
tetapi, muncul berbagai keberatan terhadap pendekatan behavioral yang dianggap
tidak memedulikan banyak tujuan dan kebutuhan pendidik di kelas. Sebagai
reaksinya, pada tahun 1950-an Benjamin Bloom menciptakan taksonomi keahlian
kognitif yang mencakup pengingatan, pemahaman, synthesizing, dan
pengevaluasian, yang menurutnya harus dipakai dan dikembangakan oleh guru untuk
membantu murid-muridnya. Sebuah ulasan di Annual Review of Psychology
menyatakan “perspektif kognitif mengimplikasikan bahwa analisis behavioral
terhadap intruksi sering kali tidak cukcup untuk menjelaskan efek dari
instruksi terhadap pembelajran”. Revolusi kognitif dalam psikologi mulai
berlangsung pada tahun 1980-an dan disambut hangat karena pendekatan ini
mengaplikasikan konsep psikologi kognitif-memori, pemikiran, penalaran, dan
sebagainya untuk membantu murid belajar.
Jadi,
akhir abad ke-20 banyak ahli psikologi pendidikan yang kembalai menekankan pada
aspek kognitif dari proeses belajar seperti yang pernah didukung oleh James dan
Dewey pada awal abad ke-20. Baik pendekatan behavioral maupun kognitif masih menjadi
bagian dari psikologi pendidikan sampai sekarang. Selama beberapa dekade
terakhir abad ke-20 ahli psikologi pendidikan juga semakin memerhatikan pada
aspek sosioemosional dari kehidupan murid.
MENGAJAR
CARA MENGAJAR YANG EFEKTIF
Karena
mengajar adalah hal yang kompleks dan murid-murid yang bervariasi maka tidak
ada cara tunggal yang dugunakan untuk mengajar secara efektif untuk semua hal.
Seorang guru harus menguasai beragam perspektif dan strategi, dan harus bisa
mengaplikasikannya secra fleksibel. Hal ini membutuhkan dua hal utama,yaitu :
v
Pengetahuan
dan Keahlian Profesional
Guru yang baik adalah guru yang mampu menguasai materi
pelajaran dan keahlian atau keterampilan yang baik. Guru yang efektif memiliki
strategi pengajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan,
rancangan pengajaran, dan manajemen kelas. Mereka tahu bagaimana cara
memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan murid-murid
dari beragam latar belakang kultural.
·
Penguasaan
Materi Pembelajaran
Guru yang efektif harus memiliki pengetahuan, fleksibel,
dan memahami materi. Tentu saja, pengetahuan subjek materi bukan hanya mencakup
fakta, istilah, dan konsep umum. Tapi juga membutuhkan pengetahuan tentang
dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagai gagasan, cara berpikir
dan berargumen, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, kepercayaan tentang
mata pelajaran, dan kemampuan untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin
ilmu ke disiplin ilmu lainnya.
·
Strategi
Pembelajaran
Prinsip konstruktivisme adalah inti dari filsafat
pendidikan William James dan John Dewey. Konstruktivisme menekankan agar
individu secara aktif menyusun dan membangun pengetahuan dan pemahaman. Menurut
pandangan konstruktivisme ini guru bukan sekedar memberi informasi ke pikiran
anak, akan tetapi guru juga harus mampu mendorong anak untuk mengeksplorasi
dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berpikir secara kritis.
Konstruktuvisme juga menekankan pada kolaborasi anak-anak saling bekerja sama
untuk mengetahui dan memahami pelajaran. Seorang guru yang menganut filosofi
konstruktivis tidak akan meminta anak-anak sekedar menghafal informasi, tetapi
juga memberi mereka peluang untuk membangun pengetahuan dan pemahaman materi
pelajaran.
·
Penetapan
Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional
Guru yang efektif tidak aka sekedar hanya mengajar dalam kelas. Mereka
juga harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana untuk mencapai
tujuan tersebut. Selain itu juga harus menyusun kriteria tertentu agar bisa
sukses. Dalam menyusun rencana, guru memikirkan tentang cara agar pelajaran
menjadi lebih menantang dan menarik.
·
Keahlian
Manajemen Kelas
Aspek penting lain untuk menjadi guru yang efektif adalah
mampu menjaga kelas tetap akitf dan mengorientasikan kelas ke tugas-tugas. Guru
yang efektif mampu membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang
kondusif. Agar lingkungan ini tetap optimal, guru harus senantiasa maninjau
ulang strategi penataan dan prosedur pengajaran, pengorganisasian kelompok,
monitoring, dan mengaktifkan kelas, serta menangani tindakan murid yang
mengganggu keadaan kelas.
·
Keahlian
Motivasional
Guru yang efektif harus memilki strategi yang baik untuk
memotivasi murid-muridnya agar mau belajar. Yaitu dengan cara membiarkan murid
belajar di dunia nyata, agar setiap murid berkesempatan menemukan sesuatu yang
baru dan sulit.
·
Keahlian
Komunikasi
Yang tidak kalah penting yang dibutuhkan guru efektif
adalah keahlian dalm berkomunikasi. Seperti berbicara, mendengar,mengatasi
hambatan komunikasi verbal, memahami komunikasi nonverbal dari murid, dan mampu
memecahkan masalah secara konstruksif. Keahlian berkomunikasi ini penting untuk
berbicara dengan murid, orang tua, administrator, dan yang lainnya, dan tidak
terlalu banyak mengkritik, serta memilki gaya komunikasi yang asertif, bukan
agresif, manipulatif, atau pasif.
Bekerja Secara
Efektif dengan Murid dari Latar Belakang Kultural yang Berbeda.
Di dunia yang berhubungan secara kultural ini guru yang
efektif harus
mengetahui
dan memahami anak dengan latar belakang kultural yang berbeda-beda, dan
sensitif terhadap kebutuhan mereka. Guru efektif mampu mendorong murid untuk
menjalin hubungan positif dengan murid yang mempun yai latar belakang yang
berbeda.
·
Keahlian Teknologi
Guru efektif mampu mengembangakan keahlian teknologi dan
mengintegrasikan komputer atau laptop ke dalam proses belajar di kelas.
Integrasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, termasuk
kebutuhan mempersiapkan murid untuk mencari pekerjaan di masa depan, yang
sangat membutuhkan keahlian teknologi dan keahlian berbasis komputer.Selain itu
teknologi ini sangat efektif untuk mengajar.
v
Komitmen dan
Motivasi
Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi. Ini
mencakup sikap yang baik dan penuh perhatian kepada murid. Guru mudah tersesat
ke sikap negatif, tetapi sikapi ini akan memengaruhi murid dan mengganggu
proses belajar mereka.jadi untuk menjadi seorang guru yang efektif itu kita
harus mempunyai cara agar kita tetap memiliki komitmen dan motivasi agar tidak
mudah tersesat ke sikap negatif yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar
murid.
RISET DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Riset
bisa menjadi sumber informasi berharga
untuk memahami strategi mengajar.
Mengapa Riset Itu Penting ???
Kadang-kadang
dikatakan bahwa pengalaman adalah guru yang penting. Pengalaman anda dan
pengalaman orang lain, pengalaman administrator, dan para periset bisamembuat
anda menjadi guru yang efektif. Akan tetapi,riset yang memberikan informasi
valid tentang cara terbaik untuk mengajar bisa membuat anda menjadi guru yang
lebih baik.
Pendekatan Riset Ilmiah
Beberapa
orang menganggap psikologi pendidikan sebagai ilmu yang sama dengan ilmu fisika
atau biologi. Sains (science) bukan didefinisikan oleh cara sains melakukan
investigasi. Yang membuat pendekatan anda ilmiah atau tidak adalah cara anada
melakukan penelitiannya, entah itu meneliti fotosintesis, kupu-kupu, bulan di
saturnus, atau mengapa ada murid yang bisa kreatif dan ada yang tidak.
Para
ahli psikologi pendidikan bersikap skeptis dan ilmiah dalam memandang
pengertahuan. Ketika mereka mendengar bahwa metode tertentu adalah metode yang
efektif untuk mengajar untuk membantu murid belajar, mereka akan mencari tahu
apakah klaim tersebut didasarkan pada riset ilmiah yang baik atau tidak. Pendekatan ilmiah dalam psikologi pendidikan
dimaksudkan untuk memilih antara fakta dan khayalan dengan menggunakan cara
tertentu untuk mendapatkan informasi.
Riset
ilmiah adalah riset objektif, sistematis, dan dapat diuji. Riset ilmiah
mereduksi kemungkinan bahwa informasi didasarkan pada keyakinan, opini, dan
perasaan personal. Riset ilmiah dilandaskan pada metode ilmiah, sebuah
pendekatan yang dapat dipakai untuk menemukan informasi yang akurat.
Metode Riset
Ada tiga
metode dasar yang dipakai untuk mengumpulkan informasi dalam psikologi
pendidiakan, yaitu deskriptif, korelasional, dan eksperimental.
v
Riset
deskriptif
Riset
ini bertujuan mengamati dan mencatat perilaku. Misalnya, seorang ahli psikologi
pendidikan mengamati sejauh mana anak-anak bersikap agresif di dalam kelas,
atau mewawancarai guru tentang sikap mereka terhadap jenis strategi pengajaran
tertentu. Riset deskriptif ini tidak berperan sendirinya bisa membuktikan apa
penyebab dari suatu fenomena, tetapi bisa mengungkapkan informasi penting
perilaku dan sikap orang. Metode ini mencakup observasi, wawancara, kusioner,
tes standar, studi etnografik, dan studi kasus.
v
Riset
Korelasional
Riset
ini bertujan untuk mendeskripsikan kekuatan hubungan antara dua atau lebih
kejadian atau karakteristik. Prinsip riset penting adalah korelasi tidak sama
dengan sebab akibat.
v
Riset
eksperimental
Riset ini
merupakan satu-satunya jenis riset yang dapat mengungkapkan sebab-sebab
perilaku. Melakuakan sebuah eksperimen melibatkan pengkajian pengaruh
setidaknya satu variabel independen (faktor eksperimental, berpengaruh, dan
dimanipulasi) terhadap satu atau lebih variabel dependen (faktor yang diukur).
Eksperimen melibatkan penetapan acak terhadap partisipan ke satu atau lebih
kelompok eksperimental (kelompok yang pengalamannya dimanipulasi) dan satu atau
lebih kelompok kontrol (kelompok yang diperlukan secara sama dengan kelompok
eksperimntal kecuali dalam hal faktor yang dimanipulasi). Riset cross sectional
melibatkan pengkajian kelompok orang pada satu waktu. Dan riset longitudinal
adalah mempelajari orang yang sama dalam kurun waktu tertentu.
RISET EVALUASI PROGRAM, RISET AKSI, DAN GURU SEBAGAI
PERISET
Riset Evaluasi Program
Ini
merupakan riset yang didesain untuk membuat keputusan tentang efektivitas suatu
program.riset evaluasi program ini sering difokuskan pada lokasi atau tipe
program tertentu. Karena serinh dimaksudkan untuk menjawab persoalan yang
berhubungan dengan sistem sekolah atau sekolah tertentu, hasil riset evaluasi
program tidak dimaksudkan untuk digeneralisasikan pada setting lain.
Riset Aksi
Riset
ini dipakai untuk memecahkan problem kelas atau sekolah spesifik, memperbaiki
strategi mengajar dan pendidikan, atau untuk membuat keputusan pada tempat
tertentu. Tujuan riset aksi ini adalah untuk memperbaiki praktik pendidikan
secara langsung dalam satu atau dua kelas, pada satu sekolah, atau beberapa
sekolah.
Guru Sebagai Periset
Ini juga
disebut guru periset, berarti bahwa guru dapat melakukan studi sendiri untuk
meningkatkan praktik mengajar mereka. Untuk mendapatkan informasi, guru periset
menggunakan metode seperti observasi partisipan, wawancara, dan studi kasus.
Salah satu teknik bagus yang banyak dipakai adalah wawancara klinis, dimana
guru membuat murid merasa nyaman, mau mengungkapkan keyakinan dan harapan, dan
guru mengajukan pertanyaan dengan cara lembut atau tidak menuntut.
TANTANGAN RISET
Salah
satu tantangan riset adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu sendiri.
Tantangan lainnya adalah soal efek dari riset terhadap partisipan dan bagaimana
memahami secara lebih baik informasi yang berasl dari studi-studi riset.
Sejumlah
periset psikologi pendidikan mengakui bahwa sejumlah masalah etika harus
dipertimbangkan saat melakukan riset. Kepentingan partispan harus selalu
diutamakan. Setiap usaha harus memerhatikan kesetaraan lelaki dan perempuan.
Kita perlu memasukkan lebih banyak anak dari kelompok minoritas etnis ke dalam
riset psikologi pendidikan. Perhatian khusus adalah pada ethnic gloss.
Berhati-hatilah terhadap apa-apa yang dilaporkan oleh media, menarik kesimpulan
tentang kebutuhan individual berdasarkan riset kelompok, waspadalah bahawa
orang mudah terlalu menggeneralisasikan sampel kecil atau sampel klinis,
ketahuilah bahwa satu studi tunggal tidak menghasilkan kesimpulan final, ingat
bahwa konklusi sebab akibat tidak bisa diambil dari studi korelasional, dan
selalu pertimbangan sumber informasi dan mengavaluasi kredibilitasnya.